Difteri– Difteri ialah penyakit yang serang mekanisme pernafasan atas dan kerongkongan. Keadaan ini mengakibatkan selaput jaringan mati dan menimbun di kerongkongan dan amandel. Mengakibatkan, pasien difteri menemui kesusahan bernapas dan menelan.

Pada tahapan lanjut, bakteri Corynebacterium diphtheriae bisa hasilkan racun yang beresiko memunculkan masalah pada bagian-bagian tubuh lain, seperti kulit, jantung, sampai saraf. Bahkan juga, difteri mempunyai potensi memberikan ancaman jiwa jika tidak selekasnya memperoleh pengatasan yang akurat.

Difteri ialah penyakit menyebar yang bisa menebar lewat batuk, bersin, dan cedera terbuka dari orang terkena. Penyakit ini bisa serang orang dari semua umur pada tingkat kematian sekitar 20% pada pasien di bawah lima tahun atau di atas 60 tahun.

Difteri sering terjadi di beberapa negara berkembang pada tingkat vaksinasi yang lebih rendah, termasuk Indonesia. Semenjak tahun 2018, WHO memberikan laporan jika Indonesia menjadi satu diantara negara yang alami kenaikan rumor difteri.

Obat Penyembuhan Difteri

Difteri adalah penyakit yang berkesempatan fatal hingga perlu diobati selekasnya dan secara agresif. Pertama kali, dokter perlu pastikan jalan napas tidak terhambat atau mampet. Pada beberapa kasus, dokter perlu memasangkan tabung pernafasan di kerongkongan untuk jaga jalan napas masih tetap terbuka sampai infeksi pada jalan napas menyusut.

Kemudian, dokter akan fokus untuk memberantas bakteri penyebab difteri memberi perawatan berikut ini:

  • Antibiotik

Pemberian antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin bisa menolong mematikan bakteri dan bersihkan infeksi. Antibiotik bisa menghambat penyebaran dari penderita difteri pada orang lain.

  • Antitoksin

Dokter akan memberi obat untuk menetralisir racun difteri dalam tubuh (antitoksin). Obat ini diberi lewat suntikan ke pembuluh darah atau otot. Saat sebelum memberi antitoksin, dokter perlu lakukan test alergi di kulit untuk pastikan orang yang terkena tidak mempunyai alergi pada antitoksin. Bila seorang mempunyai alergi, kemungkinan dokter tidak memberi antitoksin dan cari penyembuhan alternative lain.

Baca Juga : Ini Dia Penyebab dan Cara Mengobati Penyakit Pneumonia

Beberapa anak dan orang dewasa yang menderita difteri kerap kali perlu dirawat di dalam rumah sakit dan disolasi di unit perawatan intens. Ini karena, difteri bisa menebar secara gampang ke siapa pun yang tidak divaksin penyakit itu.

Gejala – Gejala difteri

Pada tahapan awalnya, penyakit difteri sering disangka sebagai radang kerongkongan kronis. Harus dipahami jika gejala difteri umumnya ada dua sampai empat hari sesudah terkena dan berjalan sepanjang enam hari. Walau bakteri difteri bisa serang jaringan apa, pertanda yang paling mencolok ialah permasalahan kerongkongan dan mulut. Berikut beberapa gejala difteri pada anak yang biasa terjadi.

  • Kerongkongan dilapis selaput tebal warna abu-abu.
  • Radang kerongkongan dan serak.
  • Bengkak kelenjar pada leher.
  • Permasalahan pernafasan dan sulit menelan.
  • Pandangan jadi sedikit.
  • Demam dan menggigil.
  • Terguncang, seperti kulit yang pucat, berkeringat, dan jantung berdebar-debar cepat.
  • Gejala yang lain yang ada termasuk demam ringan dan bengkak kelenjar yang berada pada leher.

Pada negara pada tingkat kebersihan yang lebih rendah, penyakit ini bisa juga mengakibatkan infeksi di kulit dan memunculkan gejala di bawah ini.

  • Lepuhan kulit berisi nanah pada tungkai, telapak kaki, dan tangan.

Cedera memiliki ukuran lumayan besar dengan kulit merah dan kelihatan ngilu disekelilingnya.
Bakteri dari penyakit ini bisa menyebar sampai empat minggu di depan bila tidak diobati antibiotik. Penyebaran itu bisa terjadi walau tidak muncul gejala.

Kemungkinan ada pertanda dan gejala yang tidak disebut sebelumnya. Jika Anda mempunyai kekuatiran akan sebuah gejala tertentu pada anak, diskusikanlah selekasnya sama dokter.